kalimat Wong Liyo Ngerti Opo? menjelma menjadi kalimat filosofis yang menggantikan peran Stoicism di kalangan anak muda jawa
Belakangan ini sering muncul di beranda media sosial yang
sering di gunakan oleh kalangan anak muda yaitu TikTok, sebuah konten viral
yang membuat beberapa kalangan terheran bukan main karena di dalam konten
tersebut seperti membandingkang sebuah kalimat biasa dengan sebuah mazhab
filsafat yang tentunya memiliki banyak penganut di masa ini yaitu Stoicism.
Tidak kaget melihat banyak orang keheranan dengan konten
tersebut, Lha wong Cuma kalimat Wong Liyo Ngerti Opo? kok bisa-bisanya
dibandingkan dengan Stoicism. sekilas sangat tidak apple to apple atau tidak
sebanding, karena mazhab filsafat ini telah berkembang begitu lama dan telah melalui
pembahasan serta perdebatan yang begitu panjang. Ibaratnya Stoicism ini sebuah
kapal pesiar yang telah malang melintang mengarungi samudra harus bergelut
dengan prahu gethek yang terbuat dari bambu.
Stoicism adalah aliran filsafat Yunani yang mengedepankan
penerimaan dan pengendalian diri atas segala sesuatu yang tentunya sangat
relate bagi tantangan kehidupan anak muda zaman sekarang yang penuh tantangan
namun selalu merasa banyak haters di dekatnya. Stoicism menjadi jalan pembenaran
yang sangat cocok bagi anak muda yang menciptakan varian penyakit baru seperti
mental health dan saudara seperguruanya.
Selain penerimaan dan pengendalian diri aliran filsafat ini
juga mengedepankan Kebajikan sebagai tujuan utama yang tentunya menambah nilai
legitimasi untuk sebuah aliran filsafat sebagai pegangan bagi kalangan muda,
namun jika di telaah lebih lanjut Stoicism mungkin sedikit tidak cocok untuk
orang-orang ambisius karena selain Kebajikan seperti kejujuran, pengendalian
diri, penerimaan, keadilan dan lain sebagainya dianggap tidak begitu penting.
Dengan alasan Stoicism lebih mengedepankan Kebajikan dan
menghindari kekacauan ini membuat saya berfikir bahwa mungkin kalimat Wong
Liyo Ngerti Opo? agaknya menjadi jawaban atas semua keresahan anak muda yang
ingin membungkam orang orang-orang nyinyir di sekitar mereka dengan lebih heroik.
Karena jika difikir-fikir kalimat filosofis ini lebih proporsional jika
digunakan oleh kalangan pemuda yang tengah berjuang menggapai mimpi.
Karena jika difikir lebih mendalam Stoicism kesanya lebih defensif
sebagai perwujudan dari penerimaan dan pengendalian diri, berbeda dengan
filosofi Wong Liyo Ngert Opo? yang bisa digunakan dalam semua kondisi
yaitu defensif ataupun ofensif, dapat digunakan sebagai alat untuk menghindari
permusuhan jika diamalkan didalam hati ketika mengahadapi cemoohan, namun juga
bisa menjadi senjata ofensif sebagai serangan balik bagi golongan orang-orang
yang Maido, apalagi jika kalimat filosofis ini dilontarkan di depan muka
orang Maido dengan imbuhan Cok atau dengan kalimat lanjutan Rak ngurusi Omongane Tonggo.
Dijamin setelah itu ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama
lawan bicaramu akan ciut nyali karena menyadari ketidak tahuanya dan
kemungkinan kedua adalah Baku Hantam karena lawan bicaramu adalah orang kolot
yang bukan penganut Stoicism, tapi itulah seni ofensif dari kalimat filosofis
ini karena jika kita terlalu lama memendam kesabaran apalagi dalam kondisi Lelah
sehabis bekerja namun di Paido oleh orang yang tidak tahu apa-apa, maka baku
hantam menjadi solusi konkrit sebagai pelampiasan.
Kalimat Wong Liyo Ngerti Opo? adalah jelmaan dari falsafah
jawa yang telah melekat dan mandarah daging yaitu prinsip Legowo sebagai
ajaran yang mengajari generasi penerusnya untuk menjadi pribadi yang sabar dan nriman
kepada takdir tuhan, namun dizaman ini agaknya kurang marem kalo hanya sabar
dan nriman, kalangan anak muda zaman sekarang yang notabene suka
keributan butuh sebuah jawaban atas semua keresahan mereka tentang sebua
filosofi kehidupan yang bisa digunakan dalam semua kondisi dan segala medan baik
kondisi tenang, sabar, dan damai atapun dalam kondisi sumpek, kemrungsung,
dan butuh baku hantam sebagai pelampiasan.
Dengan adanya keresahan itulah falsafah Legowo mengalami
penyempurnaan menjadi Wong Liyo Ngerti Opo? yang akhirnya menjadi jawaban
atas semua keresahan anak muda jawa jaman sekarang, kalimat ini menjadi lebih
proporsional ketimbang Stoicism yang telah lama menjajah fikiran kaum muda jawa.
Jika ada orang yang maido atas hidupmu padahal dia sebenarnya
tidak tahu apa-apa tentang perjuanganmu, maka jawab saja dengan Wong Liyo
Ngerti Opo?. Jika kamu ingin menghindari kerusuhan maka jawab saja di dalam
hati, namun jika kamu butuh pelampiasan katakanlah di depan mukanya dengan
imbuhan kata Cok menjadi Wong Liyo Ngerti Opo Cok?… dan tambahkan
juga kalimat Rak ngurusi Omongane Tonggo.
Niscaya kamu akan meningkatkan pencapaianmu, satu pencapaian
menyelesaiakan masalah dengan sabar jika menggunakan metode pertama dan untuk metode
kedua kamu akan meningkatkan pencapaian masalahmu dengan mendapat musuh baku
hantam yang baru.
Namun khusus untuk percintaan gunakan metode pertama saja,
karena jika kamu kamu menggunakan metode kedua maka niscaya kamu akan
menghadapi bencana, apalagi untuk kaum laki-laki, jangan coba-coba gunakan
metode kedua ketika wanitamu sedang maido.
Coba bayangkan ketika pacarmu sedang memarahimu dan tiba-tiba
spontan kamu nyeplos di depan mukanya “Wong Liyo Ngerti Opo Cok?.. Rak ngurusi Omongane Tonggo” maka sejatinya kamu telah berada dijalan bunuh diri dengan
membangunkan singa yang siap menerkam kapan saja.
Jadi khusus untuk masalah ini saran saya gunakan saja metode
pertama demi keamanan dan ketertiban dunia.
Kontributor
: Ahmad Robith
Editor : Rusda Khoirus
Komentar
Posting Komentar